AJARAN HINDU DHARMA
TENTANG MANUSIA DAN ALAM
1.
Penciptaan Manusia
Dari
segi arti katanya, manusia berasal dari kata manushya, artinya
"Makhluk yang memiliki pikiran." Manusia memiliki kesempurnaan
peralatan untuk mengatur dirinya menemui penciptanya, yaitu Tuhan. Manusia
menurut ajaran agama Hindu terdiri dari tubuh dan jiwa atau roh. Tubuh
merupakan wujud yang kelihatan dan yang bersifat fana. Ada saatnya nanti tubuh
ini mengalami kebinasaan. Sedangkan jiwa atau roh itu bersifat kekal. Hal ini
dapat dilihat dari petikan kitab Bhagawad Gitta II.16 dan Bhagawad Gitta II. 20
di bawah ini:
"Apa
yang tak akan pernah ada; apa yang ada tak akan pernah ada; apa yang ada tak
akan pernah berhenti ada; keduanya hanya dapat dimengerti oleh orang yang
melihat kebenaran. Yang tak pernah lahir dan mati; juga setelah ada tak akan
berhenti ada, tidak dilahirkan, kekal, abadi, selamanya, tidak mati dikala
tubuh jasmani mati."
Dalam
zaman Brahmana diuraikan bahwa manusia terdiri dari dua bagian, yaitu bagian
yang tampak dan tak nampak. Bagian yang tampak disebut rupa, yang tersusun dari
lima unsur, yaitu: rambut, kulit, daging, tulang, dan sum-sum. Bagian yang
tidak nampak disebut nama, terdiri dari unsur-unsur yang menentukan hidup.
yaitu: nafas (prana atau atman), akal (budhi), pemikiran (manas), penglihatan
(caksu), dan pendengaran (strotra). Manusia memiliki lima alat pengindraan
(Buddhendriya), yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba.
Juga memiliki lima alat bertindak (karmendriya), yaitu: tangan, alat melahirkan
(upastha), alat mengeluarkan (payu), kaki, lidah.
Manusia
tediri dari lima skandha (skandha artinya tonggak). Kelima skandha tersebut
ialah rupa, wedana, sanna, sankhara, dan winnana. Rupa adalah kerangka anatomis
atau alat badani kita, yaitu baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan. Sanna ialah pengamatan dari segala macam, baik yang rohani maupun
yang jasmani, yang dengan perantara indra masuk ke dalam kesadaran. Sankhara
adalah suatu skandha yang sangat kompleks, yang di dalamnya mengandung
kehendak, keinginan dan sebagainya yang menjadikan skandha ini dapat menyusun
gambar atau khayalan dari apa yang diamati. Winnana adalah kesadaran. Yang
disebut jiwa sebenarnya adalah kelima skandha ini bersama-sama atau satu
persatu.
Dalam
diri manusia terdapat atman. Atman tersebut diselubungi oleh beberapa selubung,
yaitu dari luar ke dalam: Selubung yang terdiri dari makanan atau tubuh sebagai
selubung jasmani (Annamaya atman); Selubung yang di bawah selubung jasmani,
yaitu selubung yang di tempati nafas hidup atau prana, yaitu selubung nafas ni
(Pranamaya atman); Selubung yang lebih mendalam lagi, yaitu selubung akali
(Manomaya atman); lalu terdapat selubung yang terdiri dari kesadaran
(Wijnanamaya atman); dan bagian terdalam terdapat atman dalam keadaan bahagia
(Anandamaya atman) yaitu inti sari manusia.
2.
Penciptaan Alam
Dalam
agama Hindu, ajaran mengenai alam semesta tidak begitu jelas. Pengajaran
mengenai alam semesta tercakup dalam Kitab Agama atau kitab-kitab tantra. Pokok
pengajaran mengenai kitab-kitab ini membicarakan mengenai penciptaan alam
semesta, penyembahan dewa-dewa, jalan mencapai kesaktian, dan persekutuan
dengan zat yang tertinggi. Dunia ini keluar dari Brahman, melalui persekutuan
antara purusa (jiwa atau inti pribadi perseorangan, yang tidak berubah dan
tidak aktif) dan prakrti (bukan jiwa yang badani atau asas yang bersifat
kebendaan, tetapi yang dalam keadaan yang semula mewujudkan suatu kesatuan yang
tanpa pembedaan). Prakrti mengandung didalamnya triguna atau tiga tabiat,
yaitu: sattwa (tabiat terang), rajas (tabiat penggerat), dan tamas (tabiat yang
gelap, masa bodoh, malas, dsb). Karena hubungan praktri dengan purusa, nisbah
(rasio) antara ketiga tabiat tadi berubah-ubah, yang menyebabkan berkembangnya
dunia yang beraneka ragam ini.
Penciptaan
hanya suatu ragam saja dari penjelmaan ilahi. Dunia yang mengalir dari Brahman
itu terdiri dari mahabrahmanda atau makrosmos dan bratbrahmanda atau mikrosmos.
Mengenai penciptaan ini terdapat berbagai pandangan. Dalam kitab Bhagawad Gitta
III.10 dijelaskan mengenai hal ini, sekalipun masih samar-samar:
"Dahulu
kala Hyang Widhi menciptakan manusia dengan jalan yadhnya dan bersabda dengan
ini engkau akan berkembang dan mendapatkan kebahagiaan atau khamaduk sesuai
dengan keinginanmu."
(Sumber:
Tony Tedjo, Mengenal agama Hindu, Buddha, Khong Hucu, (Pionir
Jaya, Bandung: 2011)
3.
Hubungan Manusia dan Alam
Hindu
dalam hal ini Veda amat kaya akan konsep yang diulas secara sistimatis dan
diakui bersama. Salah satunya adalah konsep Rta dan Yajna dimana ini merupakan
perlambang adanya hubungan timbal balik antara manusia dengan alam dan berbagai
ciptaan yang lain dimana semua memiliki arti penting yang sama dalam menjaga
ekosistim, yang ketiganya saling membutuhkan satu sama lain, dan saling memberi
dan menerima. Ini berbeda dengan kepercayaan lain yang menempatkan manusia
sebagai superior dalam ciptaan atau penikmat dari segala yang diciptakan dimana
konsep ini memiliki sisi lemah dimana manusia dapat menjadi arogan dan
menempatkan alam dan ciptaan yang lain hanya sebagai sapi perahan, manusia
hanya mengambil keuntungan dari alam dan ciptaan yang lain tanpa memperhatikan
keberlangsungan dari alam tersebut, ini lah terjadi pada saat ini. Kini alam
perlahan sudah tidak ramah lagi pada manusia, bencana demi bencana kini hadir,
lalu apakah ini cobaan dari Tuhan? Menurut saya ini adalah dampak dari mulai
tidak akrabnya manusia dengan alam, manusia berkembang dengan tidak
memperdulikan alam.
Secara
lebih rinci konsep-konsep dasar agama Hindu tentang hubungan timbal balik
antara manusia dan lingkungan hidup dimulai dari konsep “Rta” dan “ Yadnya”.
Rta
Sebagai bagian imanen (tak terpisahkan) dari alam. Manusia pada setiap tahap
dalam kehidupannya dikuasai oleh fenomena dan hukum alam.
Yadnya
merupakan hakikat hubungan antara manusia dengan alam yang terjadi dalam
keadaan harmonis, seimbang antara unsur-unsur yang ada pada alam dan
unsureunsur yang dimiliki oleh manusia. Hubungan timbal balik antara manusia
dan alam harus selalu dijaga, salah satu cara yang dipakai untuk menjaga
hubungan timbal balik ini
Salah
satu konsep yajna yang disadari oleh ajaran rta itu adalah:
Konsep Sad Kertih
Alam
semesta ini termasuk manusia menurut Veda terdiri dari unsur panca maha butha
yang semua saling berkaitaan satu dengan yang lain. Agar terjadi sinergi yang
baik maka berbagai kitab Hindu yang dirumuskan oleh lontar-lontar Purana di
Bali oleh orang-orang suci Hindu di Bali. Bagian-bagian dari Sad Kertih.
a. Atman Kertih
Yaitu
suatu upaya untuk melakukan pelestarian segala usaha untuk menyucikan Sang
Hyang Atma dari belenggu Tri Guna.. Disamping itu juga dilakukan usaha untuk
melindungi dan memelihara berbagai tempat yang dipakai dalam upacara penyucian
Atman. Inti Atma Kertia adalah mengupayakan tetap tegaknya fungsi kawasan
suci,tempat suci dan kegiatan suci sebagai media untuk membangun kesucian
Atman. Pelestarian alam yang terdapat disekitar kita yang nantinya bermanfaat
untuk kemajuan spiritual.
b. Samudra Kertih
Yaitu
upaya untuk menjaga kelestarian samudra sebagai sumber alam yang memiliki
fungsi yang sangat komplek dalam kehidupan umat manusia. Dilautlah diadakan
Upacara Nanggluk Merana.Upacara Melasti, Nganyut Abu Jenazah,Nganyut
Sekah,Upacara Mapekelem di laut dan lain-lain. Semua Upacara tersebut bermakna
untuk memotivasi umat agar memelihara kelestarian laut.
Dalam
kehidupan modern sekarang ini banyak sekali ada usaha perusakan laut seperti pembuangan
limbah industri kelaut. Ternyata sudah sejak dari dulu Hindu memperhatikan laut
dan menerapkan sebuah ajaran untuk menjaga kelestarian laut agar tetap dapat
memberikan kesejahteraan untuk umat manusia.
c. Wana Kertih
Adalah
upaya untuk melestarikan hutan. Dalam Pancawati diajarkan tentang tiga fungsi
hutan hingga dapat membangun hutan yang lestari yang disebut Wana Astri yang
dibagi menjadi maha wana, tapa wana dan sri wana
Maha
wana adalah hutan belantara sebagai sumber kehidupan
manusia dan pelindung berbagai sumber hayati didalamnya. Maha wana juga sebagai waduk
alami yang akan menyimpan dan mengalirkan air sepanjang tahun. Air dalam ajaran
Hindu seperti dinyatakan dalam Bhagawad Gita III. 14 bahwa makanan berasal dari
air atau hujan. Munculnya hujan dari yadnya dan yadnya itu adalah karma.Dari
ajaran Bhagawad Gita itu dapat kita ambil maknanya marilah kita berkarma nyata
untuk memelihara hutan yang kita miliki ini.Karena tanpa hutan yang lestari
kita akan mengamali krisis air ini sama dengan krisis kehidupan. Ini
mengajarkan kita agar kita mengetahui fungsi penting dari hutan dan berusaha
untuk menjaganya.
Tapa wana merupakan
fungsi hutan sebagai sarana dalam spiritual yang menggemakan ajaran spiritual
dimana di hutan para pertapa mendirikan asram dan memanjat doa serta
mengajarkan ajaran-ajaran suci ke dalam setiap hati umat manusia. Disini
tersirat ajaran bahwa manusia harus menjaga tingkat kesucian dari hutan hingga
orang tidak dengan seenaknya menebang pohon yang terdapat di hutan.
Sri wana adalah hutan
sebagai sarana ekonomi masyarakat karena dari hutanlah sebagian hasil bumi
dapat dihasilkan, dengan merusak hutan berarti merusak salah satu penunjang
ekonomi masyarakat.
Ketiga
konsep ini sama dengan pola pikir modern dimana orang modern juga memiliki
pemikiran bahwa hutan merupakan paru-paru dunia yang menjaga keseimbangan alam
dan tempat menyimpan air yang mnjadi sumber air tanah, hutan juga dapat menjadi
tempat rekreasi untuk menenangkan diri setelah jenuh menjalani rutinitas yang
hanya menghasilkan stress dan ketegangan jiwa dan hutan pula yang menjadi
tempat penghasil komoditi yang bisa meningkatkan tarap ekonomi masyarakat.
Hindu memiliki memiliki konsep yang luar biasa tentang hutan.
d. Danu Kertih
Ini
merupakan sebuah konsep tentang bagaimana menjaga kelestarian sumber air tawar
yang ada di daratan baik yang berupa mata air danau, sungai dan
lain-lain. Dalam Manawa Dharmasastra IV.52 dan 56 ada dinyatakan bahwa
tidak boleh mengotori sungai Sloka tersebut adalah sbb:
Pratyagnim pratisuryam ca
pratisomodaka dvijan
pratigam prativatam
ca prajna nasyati mehatah.
(Manawa Dharmasastra .IV.52)
Artinya:
Kecerdasan
orang akan sirna bila kencing menghadapi api, mata hari, bulan, kencing dalam
air sungai (air yang mengalir),menghadapi Brahmana, sapi, atau arah angin.
Napsu mutram purisam va
sthivanam va samutsrjet,
amedhya liptam any
a dva lohitam vavisani va.
(Manawa Dharmasastra .IV.56)
Artinya:
Hendaknya
ia jangan melempar air kencingnya atau kotorannya ke dalam air sungai,tidak
pula air ludahnya, juga tidak boleh melemparkan perkataan yang tidak suci,
tidak pula kotoran-kotoran, tidak pula yang lain, tidak pula darah atau suatu
yang berbisa.
Dua
sloka Manawa Dharmasasta telah cukup untuk acuan hukum bahwa agama Hindu
yang sangat melarang prilaku merusak air apa lagi sumber-sumbernya. Sayang
ajaran yang begitu jelas tidak disertai oleh tingginya pemahaman dan
pengetahuan umat tentang adanya sloka yang mengatur prilaku manusia terhadap
sumber air.
e. Jagat Kertih
Adalah
usaha untuk melestarikan bumi dalam hal ini tanah yang menjadi sumber kehidupan
hingga tanah menjadi produktif dan menghasilkan suatu yang berguna untuk
manusia dari sini terjadi suatu hubungan timbale balik antara bumi dan manusia
sehingga manusia tidak lagi hanya menjadi benalu seperti yang dominan terjadi
pada saat ini. Saat ini bumi benar telah dirusak oleh manusia, banyak masalah
yang terjadi dari ulah manusia itu sendiri. Konsep Cakra Yajna sangat
diperlukan dalam kondisi yang seperti ini karena dengan adanya konsep ini akan
terjadi suatu suasana yang dapat menumbuhkan suasana harmanonis dimana
semua manusia, ciptaan dan alam.
f. Jana Kertih
Jana
kertih lebih pada individu dalam membangun sebuah lingkungan spiritual hingga
tercipta suasana religius di sekitar individu tersebut ini sangat berguna dalam
membina hubungan sosial hingga tercipta suatu hubungan yang harmonis antar
individu, hubungan ini tidak lagi memandaang perbedaan sebagai hambatan suatu
kedekatan, karena pada dasarnya semua manusia itu bersaudara
http://hindudanbuddhadiindonesia20142.blogspot.com/2014/06/ajaran-hindu-dharma-tentang-manusia-dan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar